Sabtu, 07 September 2013

adab islamiyah-- adab buang hajat dalam prsfektif islami



ADAB BUANG HAJAT
1.       Jangan mengangkat pakaian sehingga sudah dekat ke tanah, yang demikian itu supaya aurat tidak kelihatan. Di dalam hadits yang bersumber dari Anasz, ia menuturkan, “Biasanya apabila Nabi n hendak membuang hajatnya tidak mengangkat (meninggikan) kainnya sehingga sudah dekat ke tanah.” (HR. Abu Daud dan At-Turmudzi, dinilai shahih oleh Al-Albani).
2.      Menjauhlah dari pandangan manusia di saat buang air (hajat). Berdasarkan hadits yang bersumber dari Al-Mughirah bin Syu`bah z disebutkan, “Bahwasanya Nabi n apabila pergi untuk buang air (hajat), maka beliau menjauh.” (Diriwayatkan oleh empat Imam dan dinilai shahih oleh Al-Albani).

3.      Hindarilah tiga tempat terlarang, yaitu aliran air, jalan-jalan manusia dan tempat berteduh mereka. Sebab ada hadits dari Mu`adz bin Jabalz yang menyatakan demikian.
4.      Jangan menunda-nunda, segeralah membuang hajat. Apabila seseorang merasa akan buang air, maka hendaknya bersegera melakukannya, karena hal tersebut berguna bagi agamanya dan bagi kesehatan jasmaninya.
5.      Jangan membawa sesuatu yang berisi ungkapan Allah kecuali karena terpaksa. Karena tempat buang air (WC dan yang semacamnya) merupakan tempat kotoran dan hal-hal yang najis, tempat syetan berkumpul. Hal ini demi memelihara nama Allah dari penghinaan dan tindakan meremehkannya.
6.      Jangan kencing di air yang tergenang (tidak mengalir), berdasarkan hadits yang bersumber dari Abu Hurairah z bahwasanya Rasulullah n bersabda, “Jangan sekali-kali seseorang di antara kalian buang air kecil di air yang menggenang yang tidak mengalir kemudian ia mandi di situ.” (Muttafaq ’alaih)
7.      Jangan menghadap atau membelakangi kiblat, berdasarkan hadits yang bersumber dari Abu Ayyub Al-Anshariz, ia menyebutkan bahwasanya Nabi n telah bersabda, “Apabila kamu sampai di tempat buang air, maka janganlah kamu menghadap kiblat dan jangan pula membelakanginya, apakah itu untuk buang air kecil ataupun air besar.” (Muttafaq’alaih). Ketentuan di atas berlaku apabila di ruang terbuka saja. Adapun jika di dalam ruang (WC) atau adanya penutup/ penghalang yang membatasi antara si pembuang hajat dengan kiblat, maka boleh menghadap ke arah kiblat namun membelakangi kiblat lebih baik daripada menghadapnya.
8.      Jangan mencuci kotoran dengan tangan kanan, karena hadits yang bersumber dari Abu Qatadahz menyebutkan bahwasanya Nabi n bersabda, “Jangan sekali-kali seseorang di antara kalian memegang dzakar (kemaluan)nya dengan tangan kanannya di saat kencing dan jangan pula bersuci dari buang air dengan tangan kanannya.” (Muttafaq ’alaih).
9.      Kencinglah sambil duduk (jongkok), tetapi boleh juga sambil berdiri. Pada dasarnya buang air kecil itu di lakukan sambil duduk, berdasarkan hadits `Aisyah d yang berkata, “Siapa yang telah memberitakan kepada kamu bahwa Rasulullah n kencing sambil berdiri, maka jangan kamu percaya, sebab Rasulullah n tidak pernah kencing kecuali sambil duduk.” (HR. An-Nasa`i dan dinilai shahih oleh Al-Albani). Sekalipun demikian seseorang dibolehkan kencing sambil berdiri dengan syarat badan dan pakaiannya aman dari percikan air kencingnya dan aman dari pandangan orang lain kepadanya. Hal itu karena ada hadits yang bersumber dari Hudzaifahz, ia berkata, “Aku pernah bersama Nabi n (di suatu perjalanan) dan ketika sampai di tempat pembuangan sampah suatu kaum, beliau buang air kecil sambil berdiri, maka akupun menjauh darinya. Beliaupun bersabda, “Mendekatlah ke mari.” Maka aku mendekati beliau hingga aku berdiri di sisi kedua mata kakinya. Lalu beliau berwudhu dan mengusap kedua terompahnya.” (Muttafaq ‘alaih).
10.   Jangan bersuci (istijmar) dengan menggunakan tulang atau kotoran hewan, dan disunnatkan bersuci dengan jumlah ganjil. Di dalam hadits yang bersumber dari Salman Al-Farisi z disebutkan bahwasanya ia berkata, “Kami dilarang oleh Rasulullah n beristinja’ (bersuci) dengan menggunakan kurang dari tiga biji batu, atau beristinja’ dengan menggunakan kotoran hewan atau tulang.” (HR. Muslim).
11.    Jangan berbicara ketika buang hajat kecuali darurat, berdasarkan hadits yang bersumber dari Ibnu Umar z, “Bahwa sesungguhnya ada seorang lelaki lewat, sedangkan Rasulullah n sedang buang air kecil. Lalu orang itu memberi salam (kepada Nabi), namun beliau tidak menjawabnya.” (HR. Muslim).
12.   Masuklah ke WC dengan mendahulukan kaki kiri dan keluar dengan kaki kanan berbarengan dengan dzikirnya masing-masing. Dari Anas bin Malikz diriwayatkan bahwa ia berkata, “Adalah Rasulullah n apabila masuk ke WC mengucapkan : “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu daripada syetan jantan dan syetan betina.” Dan apabila keluar mendahulukan kaki kanan sambil mengucapkan : َكَناَرْفُغ(ampunan-Mu ya Allah).
13.   Nabi n juga bersabda, “Barangsiapa yang bersuci meng-gunakan batu (istijmar), maka hendaklah diganjilkan.”
14.   Cuci kedua tangan sesudah menunaikan hajat.

Tidak ada komentar: