Tampilkan postingan dengan label Syi'ah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Syi'ah. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 01 Maret 2014

Kematian Husain dan keluarganya di padang Karbala (versi Aswaja)

Husain di padang karbala
Penduduk irak tidak pernah mengiginkan kepemimpinan Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Mereka sangat mendukung akan kepemimpinan Ali sebagai Khalifah yang pertama. Dimana setelah pembunuhan terhadap Ali Ra, tajuk kepemimpinan di serahkan uleh umat kepada Hasan Ra, namun hasan tidak sanggup menjadi khalifah dan menyerahkannya kepada Muawwiyah dengan wasiat “setelah kepemimpinan muawwiyah, maka pemimpin selanjutnya deserahkan kepada umat islam agar dipilih oleh rakyat”. Dalam versi lain ada yang menyebutkan bahwa Hasan Ra diracuni oleh istrinya.
Sebelum wafat Muawiyah meyerahkan kekhalifahan kepada anaknya Yazid. Pada tahun 60 H, ketika Muawiyah bin Abu Sufyan wafat, penduduk kuffah mendengar bahwa Husein bin Ali belum berbaiat kepada Yazid bin Muawiyah, maka orang-orang Irak mengirimkan surat kepada husain bahwa mereka siap mendukung dan membaiat husain sebagai khalifah setelah Muawiyah dan menolak kekhalifahan Yazid. Penduduk irak membaiat husain secara tertulis dan menolak kekhalifan Yazid. Menurut riwayat jumlah surat dari irak sangat banyak lebih dari 500 surat dan dari keterangan seorang utusan bahwa semua masyarakat irak mendukung Husain dan ingin menjadikannya khalifah.
Husain yang pada saat itu berada di Mekah mengirim utusannya yaitu Muslim bin Aqil bin Abi Thalib yang merupakan Sepupunya untuk melihat keadaan di Iraq yang sebenarnya. Muslim bin Aqil masuk ke kuffah dan berdiam di rumah Hani’ bin Urwah dan oleh masyarakat kuffah di Irak mereka membaiat Husain melalui Muslim bin Aqil sebagai khalifah.
Kabar ini akhirnya sampai ke telinga Yazid bin Muawiyah di Syam, lalu ia mengutus Ubaidullah bin Ziyad menuju Kufah untuk mencegah Husein masuk ke Irak dan meredam pemberontakan penduduk Kuffah terhadap khalifah. Ubaidullah bin Ziyad mengetahui bahwa kediaman Hani’ bin Urwah adalah sebagai tempat berlangsungnya pembaiatan dan di situ juga Muslim bin Aqil tinggal.
Ubaidullah menemui Hani’ bin Urwah dan menanyakannya tentang gejolak di Kufah. Ubaidullah ingin mendengar sendiri penjelasan langsung dari Hani’ bin Urwah. Hani’ bin Urwah mengatakan, “Demi Allah, sekiranya (Muslim bin Aqil) bersembunyi di kedua telapak kakiku ini, aku tidak akan memberitahukannya kepadamu!” Ubaidullah lantas memukulnya dan memerintahkan agar ia ditahan. Mendengar kabar bahwa Ubaidullah memenjarakan Hani’ bin Urwah, Muslim bin Aqil bersama 4000 orang yang membaiatnya mengepung istana Ubaidullah bin Ziyad.
Ubaidullah bin Ziayd mengancam akan mendatangkan sejumlah pasukan dari Syam. Ternyata gertakan Ubaidullah membuat takut Syiah (pembela) Husein ini. Mereka pun berkhianat dan berlari meninggalkan Muslim bin Aqil hingga tersisa 30 orang saja yang bersama Muslim bin Aqil, dan selumlah matahari terbenam hanya tersisa Muslim bin Aqil seorang diri.
Muslim pun ditangkap dan Ubaidullah memerintahkan agar ia dibunuh. Sebelum dieksekusi, Muslim meminta izin untuk mengirim surat kepada Husein, keinginan terakhirnya dikabulkan oleh Ubaidullah bin Ziyad. Isi surat Muslim kepada Husein adalah “Pergilah, pulanglah kepada keluargamu! Jangan engkau tertipu oleh penduduk Kufah. Sesungguhnya penduduk Kufah telah berkhianat kepadamu dan juga kepadaku. Orang-orang pendusta itu tidak memiliki pandangan (untuk mempertimbangkan masalah)”. Muslim bin Aqil pun dibunuh, padahal saat itu adalah hari Arafah.
Husein berangkat dari Mekah menuju Kufah di hari tarwiyah. Banyak para sahabat Nabi menasihatinya agar tidak pergi ke Kufah. Di antara yang menasihatinya adalah Abdullah bin Abbas, Abu Said al-Khudri, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Zubair,  Abdullah bin Amr, Muhammad al-Hanafiyah dll.
Abu Said al-Khudri radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Sesungguhnya aku adalah seorang penasihat untukmu, dan aku sangat menyayangimu. Telah sampai berita bahwa orang-orang yang mengaku sebagai Syiahmu (pembelamu) di Kufah menulis surat kepadamu. Mereka mengajakmu untuk bergabung bersama mereka, janganlah engkau pergi bergabung bersama mereka karena aku mendengar ayahmu –Ali bin Abi Thalib- mengatakan tentang penduduk Kuffah, “Demi Allah, aku bosan dan benci kepada mereka, demikian juga mereka bosan dan benci kepadaku. Mereka tidak memiliki sikap memenuhi janji sedikit pun. Niat dan kesungguhan mereka tidak ada dalam suatu permasalahan (tak berpendirian). Mereka juga bukan orang-orang yang sabar ketika menghadapi pedang (pengecut)”.
Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Aku hendak menyampaikan kepadamu beberapa kalimat. Sesungguhnya Jibril datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian memberikan dua pilihan kepada beluai antara dunia dan akhirat, maka beliau memilih akhirat dan tidak mengiginkan dunia. Engkau adalah darah dagingnya, demi Allah tidaklah Allah memberikan atau menghindarkan kalian (ahlul bait) dari suatu hal, kecuali hal itu adalah yang terbaik untuk kalian”. Husein tetap enggan membatalkan keberangkatannya. Abdullah bin Umar pun menangis, lalu mengatakan, “Aku titipkan engkau kepada Allah dari pembunuhan”.
Setelah meneruskan keberangkatannya, datanglah kabar kepada Husein tentang tewasnya Muslim bin Aqil. Husein pun sadar bahwa keputusannya ke Irak keliru, dan ia hendak pulang menuju Mekah atau Madinah, namun anak-anak Muslim mengatakan, “Janganlah engkau pulang, sampai kita menuntut hukum atas terbunuhnya ayah kami”. Karena menghormati Muslim dan berempati terhadap anak-anaknya, Husein akhirnya tetap berangkat menuju Kufah dengan tujuan menuntut hukuman bagi pembunuh Muslim.
Bersamaan dengan itu Ubaidullah bin Ziyad telah mengutus al-Hurru bin Yazid at-Tamimi dengan membawa 1000 pasukan untuk menghadang Husein agar tidak memasuki Kuffah. Bertemulah al-Hurru dengan Husein di Qadisiyah, ia mencoba menghalangi Husein agar tidak masuk ke Kufah. Husein mengatakan, “Celakalah ibumu, menjauhlah dariku”. Al-Hurru menjawab, “Demi Allah, kalau saja yang mengatakan itu adalah orang selainmu akan aku balas dengan menghinanya dan menghina ibunya, tapi apa yang akan aku katakan kepadamu, ibumu adalah wanita yang paling mulia, radhiallahu ‘anha”.
Saat Husein menginjakkan kakinya di daerah Karbala, tibalah 4000 pasukan lainnya yang dikirim oleh Ubaidullah bin Ziyad dengan pimpinan pasukan Umar bin Saad. Husein mengatakan, “Apa nama tempat ini?” Orang-orang menjawab, “Ini adalah daerah Karbala.” Kemudian Husein menanggapi, “Karbun (musibah) dan balaa’(bencana).”
Melihat pasukan dalam jumlah yang sangat besar, Huseinradhiallahu ‘anhu menyadari tidak ada peluang baginya. Lalu ia mengatakan, “Aku ada dua alternatif pilihan, (1) kalian mengawal (menjamin keamananku) pulang atau (2) kalian biarkan aku pergi menghadap Yazid di Syam. Dan  Umar bin Saad mengatakan “Engkau pergi menghadap Yazid, tapi sebelumnya aku akan menghadap Ubaidullah bin Ziyad terlebih dahulu”. Ternyata Ubadiullah menolak jika Husein pergi menghadap Yazid, ia menginginkan agar Husein ditawan menghadapnya. Mendengar hal itu Husein menolak untuk menjadi tawanan.
Terjadilah peperangan yang sangat tidak imbang antara 73 orang di pihak Husein berhadapan dengan 5000 pasukan Irak. Kemudian 30 orang pasukan Irak dipimpin oleh al-Hurru bin Yazid at-Tamimi membelot dan bergabung dengan Husein. Peperangan yang tidak imbang itu menewaskan semua orang yang mendukung Husein, hingga tersisa Husein seorang diri. Orang-orang Kufah merasa takut dan segan untuk membunuhnya, masih tersisa sedikit rasa hormat mereka kepada darah keluarga Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun ada seorang laki-laki yang bernama Amr bin Dzi al-Jausyan –semoga Allah menghinakannya- melemparkan panah lalu mengenai Husein, Husein pun terjatuh lalu orang-orang mengeroyoknya, Husein akhirnya syahid, semoga Allah meridhainya.
Ada yang mengatakan Amr bin Dzi al-Jausyan-lah yang memotong kepala Husein sedangkan dalam riwayat lain, orang yang menggorok kepala Husein adalah Sinan bin Anas, Allahu a’lam. Yang perlu pembaca ketauhi Ubaidullah bin Ziyad, Amr bin Dzi al-Jausyan, dan Sinan bin Anas adalah pembela Ali (Syiah nya Ali) di Perang Shiffin. Ini adalah sebuah kisah pilu yang sangat menyedihkan, celaka dan terhinalah orang-orang yang turut serta dalam pembunuhan Husein dan ahlul bait yang bersamanya. Bagi mereka kemurkaan dari Allah. Semoga Allah merahmati dan meridhai Husein dan orang-orang yang tewas bersamanya.
Di antara ahlul bait yang terbunuh bersama Husein adalah:
Anak-anak Ali bin Abi Thalib/ Saudara Husain: Abu Bakar, Muhammad, Utsman, Ja’far, dan Abbas.
Anak-anak Aqil bin Abi Thalib/ Sepupu Husain: Ja’far, Abdullah, Abdurrahman, dan Abdullah bin Muslim bin Aqil. 
           Anak-anak Husein bin Ali: Ali al-Akbar, Ali al-Asghar, dan Abdullah.
           Anak-anak Hasan bin Ali: Abu Bakar, Abdullah, Qosim.
          Anak-anak dari Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib: ‘Aun dan Muhammad.
Dari Ummu Salamah bawasanya Jibril datang kepada Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam “…Jibril mengatakan, “Apakah engkau mencintai Husein wahai Muhammad?” Nabi menjawab, “Tentu” Jibril melanjutkan, “Sesungguhnya umatmu akan membunuhnya. Kalau engkau mau, akan aku tunjukkan tempat dimana ia akan terbunuh.” Kemudian Nabi diperlihatkan tempat tersebut, sebuah tempat yang dinamakan Karbala. (HR. Ahmad dalam Fadhailu ash-Shahabah,). 

Rabu, 26 Februari 2014

Datangnya Syi’ah di Indonesia versi Syi’ah

Datangnya Syi’ah di Indonesia versi Syi’ah
Bissmillahirrohmanirrohim...
      pengantar

Pembahasan mengenai syiah sebenarnya berbarengan dengan pembahasan islam pada umumnya. Syiah secara bahasa syi’ah berasal dari bahasa Arab yang artinya adalah Golongan, pengikut, pendukung, pecinta, dan atau firqah. Setelah wafatnya Ali RA, yang merupakan menantu dari Rasullallah SAW, maka gejolak peran politik dimulai dalam khazanah islam pada umumnya dan syi’ah (pecinta Ahlul Bait) pada khususnya. Pengangkatan Abu Bakar as Siddiq sebagai khalifah yang menggantikan Nabi Muhammad SAW sebagai kepala agama dan kepala Pemerintahan.

Pengikut Ali RA  mengklaim bahwa yang paling berhak menjadi khalifah adalah Ali RA. Hal ini didasari oleh beberapa pandangan. (1) Ali RA adalah menantu Rasullallah SAW, (2) Ali RA termansuk orang yang pertama-tama mengakui Muhammad SAW sebagai utusan Allah SWT, (3) Ali Ra adalah Ahlul Bait Nabi Muhammad SAW, dan semua kemuliaan beliau (Ali Ra) didasarkan atas hadits-hadits keutamaan Ahlul Bait dari Nabi SAW. Hadits-hadits yang membahas itu semua lebih sering disebut Hadis Tsaqalain. Beberapa hadits tersebut dapat pembaca lihat pada postingan sebelumnya.

Masuknya syi’ah di indonesia

Mayoritas umat islam sunni menganggap syi’ah sebagai pendatang baru di nusantara. Namun menurut teori penyebaran islam, syiah meyakini bahwa yang mula-mula masuk ke indonesia adalah islam syiah. Dasar pemikiran ini adalah teori gujrat. Dimana menurut teori ini islam masuk dari para pedagang gujrat yang merupakan syiah persia (menganut budaya persia). Itu artinya bahwa yang pertama masuk di indonesia adalah islam versi syiah (persia-gujrat).

Sedangkan hal yang sama disampaikan oleh Aboebakar Dajeh dalam bukunya yang berjudul Aliran syi’ah di Nusantara. Dimana dia mengemukakan “aliran Syi’ah-lah yang mula-mula masuk ke indonesia, melalui orang hindu yang telah masuk islam, dan yang terserak di pulau2 indonesia, ada yang termansuk madzhab Ahlul Bait dan ada kelompok yang menyeleweng dari itu...” .

Dan menurut kami hal ini merupakan pandangan yang lebih menggelobal, karena mengedepankan Madzhab Ahlul Bait, yang mana hal ini diakui oleh beberapa tokoh Syi’ah yang menyatakan bahwa ada tiga aliran besar yang masuk ke pulau sumatra dan jawa dimana yang pertama adalah orang Syi’ah dari Persia, kedua orang2 hadramout yang merupakan Dzurriyat Rasul yang sebenarnya adalah Islam Sunny bermadzabkan Syafi’i. Dan yang datang belakangan adalah dari golongan Wahabi.

Lebih lanjut menurut Aboebakar Dajeh bahwa bukan salaf yang datang pertama di indonesia namun orang-orang Syi’ah-lah yang datang, dan mungkin juga Salaf Syi’ah, lebih lanjut menurutnya adalah karena di kejar2 di semenanjung arab oleh bani Abbas di timur dan Bani Ummayyah di Barat.

Pada saat penyerangan terhadap kelompok Ali Ra ini maka banyak dari mereka yang keluar menuju Persia, Yaman, India, Pakistan dan ke tanah melayu. Dari kelompok yang melarikan diri ke Persia Ini kemudian berbaur dengan masyarakat India, dan dengan adanya pembantaian dari kaum lokal mereka melarikan diri ke gujrat kemudian masuk ke pulau sumatra. Dan sambil berdagang mereka menyebarkan agama Islam. Dimana agama sebelumnya adalah agama hindu yang datang dari india.
Iran dan Indonesia

Di sebuah perkuburan di Samudra-Pasai terdapat sebuah batu nisan ber tarikh 1420 M yang di atasnya tertulis Syair dari Sa’di seorang berkebangsaan iran. Dan banyak pula kuburan dari ulama-ulama berkebangsaan iran di wilayah Samudra dan pasai. Dan menurut beberapa pakar sejarah mengemukakan bahwa hubungan indonesia dengan persia atau iran sangat kuat dimasa lalu. Dimana lalulintas perdagangan terus berjalan dengan baik bahkan seringnya para pedagang pulang dan pergi untuk memperdagangkan barang mereka di nusantara.

Dalam hal lain dipercaya bahwa nama-nama raja di indonesia memiliki gelar yang sama dengan raja di iran. Bahkan dalam hal kepercayaan dan budaya di indonesia banyak menagdopsi budaya iran. Salah satu contohnya adalah tidak melakukan perkawinan di bulan syuro. Selain budaya juga ada sufisme yang berkembang di indonesia merupakan pengaruh langsung dari iran, karena banyak faham sufisme di indonesia menganut paham dan ajaran dari al-Ghazali, Jallaluddin ar rumi, al hallaj dan lainnya.

Kemana ulama Syi’ah?

Banyak ulama syiah yang telah menuangkan buah pikirnya ke dalam kitab-kitab, dan mereka meyakini bahwa ulama-ulama di bawah kekuasaan bani umayyah dan abbasiyah telah mengurangi hadits yang berkaitan dengan keistimewaan Ahlul Bait. Namun setelah para ulama syiah pergi ke timur jauh dan memperkuat jumlah dan pengikutnya maka mereka mulai memberontak terutama di wilayah iran yang merupakan basis mereka.

Dan diyakini bahwa banyak ulama syiah yang berada di indonesia akibat dari serangan pemerintah bani ummayyah. Hal ini diperkuat dengan banyaknya karangan ulama syiah di indonesia yang diterbitkan di iran.

Sistim pengajaran islam di indonesia

Syiah mengklaim bahwa pengajaran islam di indonesia pada masa-masa awal mengikuti para ulama Sunny namun dalam penerapan hukum dan penyelesaian masalah menggunakan cara syiah. Karena dinilai mampu untuk mengatasi masalah orang lokal yang beragama hindu. Dimana orang islam syiah yang berdakwah adalah orang hindu yang sudah islam. Hal ini juga diperkuat dengan paham kalangan sufi nusantara yang menaganut Mashaf Hululiyah.

Kemudian islam lokal di Indonesia banyak yang haji ke mekkah dan madinah dimana bersamaan dengan itu mereka mendapatkan pengajaran yang lebih komplit terhadap ajaran syiah pada ulama-ulama. Disamping itu banyak pula masyarakat indonesia yang pergi untuk mencari ilmu di iran dan pulang dengan memahami ajaran syiah. Dan oleh cendikiawan muda inilah islam di indonesia lebih maju dan pesat.

Syiah di Mesir dan pendudukan mesir oleh orang Sunny Syafi’i

Pada mulanya di mesir dengan adanya ahlul bait dan pemerintahan oleh bani Fattimiyah/ fatmiyah, kemudian beralih kekuasaan ke tangan mujahidin Sunny pengant madzhab syafi’i yang di pimpin oleh Salahudin al ayubi,,, atau yang dikenal oleh saladin. Dimana pada masanya ini banyak ulama Sunny syafii yang berdatangan ke india, persia, pakistan, sri langka dan indonesia. Dari sinilah berkembangnya ajaran madzhab syafi’i di mulai dan berkembang.