Tampilkan postingan dengan label Sahabat Nabi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sahabat Nabi. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 01 Maret 2014

Abu Hurairah

Abu Hurairah Ra

Abu Hurairah lahir sekitar tahun 598 M. Sebagian pendapat menyebutnya lahir sekitar 20-21 tahun sebelum Hijrah. Tentang nama dari Abu Hurairah terdapat beberapa pendapat, seperti Ibnu Hisyam mengatakan nama Abu Hurairah adalah Abdullah bin Amin. Pendapat yang lain menyebutkan namanya adalah Abdus Syams. Di panggil Abu Hurairah karena beliau adalah seorang pecinta Kucing dimasa mudanya.

Dari beberapa pendapat bahwa Abu Hurairah adalah keluarga dari kabilah Bani Daus dari yaman utara. Sejak kecil beliau adalah seorang yatim. Pada masa mudanya dia bekerja pada Bazrah binti Gahawan dan menikahinya setelah beliau masuk Islam.

Abu Hurairah masuk islam setelah diajak oleh Thufail bin Amr. Yang mana Thaufil bin Amr merupakan pemimpin bani Daus, yang sebelumnya telah menemui Rasullallah SAW dan memeluk islam. Beliau mengajak Abu Hurairah untuk masuk islam. Kemudian Abu Hurairah bertemu dengan Nabi Muhammad SAW di Mekkah, yang oleh Nabi namanya dirubah menjadi Abdurrahman.

Setelah menyatakan ke-Islamannya Abu Hurairah kembali ke kampungnya sebentar dan menikahi Bazrah bin Gahawan di yaman. Dengan nama barunya yaitu Abdurrahman bin Shakhr. Pada masa kekhalifahan Umar beliau lebih dikenal dengan nama Abdurrahman bin Shakhr al-Azdi.

Abu Hurairah bergabung dengan pengikut nabi Muhammad SAW pada tahun 629 M dan menjadi kalangan muhajjirin di Madinah. Keluarganya sangat menentang masuknya Abu Hurairah ke dalam Islam, hingga suatu ketika Abu Hurairah meminta rasulallah untuk mendoakan ibunya agar masuk Islam dan Do’anya terkabulkan hingga Ibunya masuk islam dan ikut serta dalam kelompok Muhajjirin satu tahun setelah itu.

Abu Hurairah termansuk Sahabat Nabi yang banyak meriwayatkan hadits dari Nabi Muhammad SAW dan selalu mengikuti nabi hingga wafatnya. Tokoh Hadits dan Ulama lebih mengenal beliau karena beliau, Abu Hurairah, merupakan periwayat Hadits nabi yang paling banyak. Dan dalam hadits dari kalangan Sunny beliau menempatkan posisi paling depan dalam Isnad Hadits. Jumlah Hadits yang diriwayatkan oleh beliau adalah 5.374 hadits.

Imam Bukhari pernah ditanya mengenai sahabat Abu Hurairah berkenaan dengan hadits yang diriwayatkan oleh beliau. Imam Bukhari menyebutkan “Tercatat lebih dari 800 orang perawi hadits dari kalangan Sahabat dan tabi’in yang meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah”. Diantara ahli Hadits yang meriwayatkan dari Abu Hurairah diantaranya; Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Anas bin Malik, Jabir bin Abdullah dan lainnya.

Abu Hurairah pernah menjabat sebagai Gubernur di Basrah pada masa kepemimpinan Umar bin Khattab. Pada tahun 678 atau tahun 59 H, Abu Hurairah jatuh sakit, meninggal di Madinah, dan dimakamkan di Baqi'.

Kematian Husain dan keluarganya di padang Karbala (versi Aswaja)

Husain di padang karbala
Penduduk irak tidak pernah mengiginkan kepemimpinan Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Mereka sangat mendukung akan kepemimpinan Ali sebagai Khalifah yang pertama. Dimana setelah pembunuhan terhadap Ali Ra, tajuk kepemimpinan di serahkan uleh umat kepada Hasan Ra, namun hasan tidak sanggup menjadi khalifah dan menyerahkannya kepada Muawwiyah dengan wasiat “setelah kepemimpinan muawwiyah, maka pemimpin selanjutnya deserahkan kepada umat islam agar dipilih oleh rakyat”. Dalam versi lain ada yang menyebutkan bahwa Hasan Ra diracuni oleh istrinya.
Sebelum wafat Muawiyah meyerahkan kekhalifahan kepada anaknya Yazid. Pada tahun 60 H, ketika Muawiyah bin Abu Sufyan wafat, penduduk kuffah mendengar bahwa Husein bin Ali belum berbaiat kepada Yazid bin Muawiyah, maka orang-orang Irak mengirimkan surat kepada husain bahwa mereka siap mendukung dan membaiat husain sebagai khalifah setelah Muawiyah dan menolak kekhalifahan Yazid. Penduduk irak membaiat husain secara tertulis dan menolak kekhalifan Yazid. Menurut riwayat jumlah surat dari irak sangat banyak lebih dari 500 surat dan dari keterangan seorang utusan bahwa semua masyarakat irak mendukung Husain dan ingin menjadikannya khalifah.
Husain yang pada saat itu berada di Mekah mengirim utusannya yaitu Muslim bin Aqil bin Abi Thalib yang merupakan Sepupunya untuk melihat keadaan di Iraq yang sebenarnya. Muslim bin Aqil masuk ke kuffah dan berdiam di rumah Hani’ bin Urwah dan oleh masyarakat kuffah di Irak mereka membaiat Husain melalui Muslim bin Aqil sebagai khalifah.
Kabar ini akhirnya sampai ke telinga Yazid bin Muawiyah di Syam, lalu ia mengutus Ubaidullah bin Ziyad menuju Kufah untuk mencegah Husein masuk ke Irak dan meredam pemberontakan penduduk Kuffah terhadap khalifah. Ubaidullah bin Ziyad mengetahui bahwa kediaman Hani’ bin Urwah adalah sebagai tempat berlangsungnya pembaiatan dan di situ juga Muslim bin Aqil tinggal.
Ubaidullah menemui Hani’ bin Urwah dan menanyakannya tentang gejolak di Kufah. Ubaidullah ingin mendengar sendiri penjelasan langsung dari Hani’ bin Urwah. Hani’ bin Urwah mengatakan, “Demi Allah, sekiranya (Muslim bin Aqil) bersembunyi di kedua telapak kakiku ini, aku tidak akan memberitahukannya kepadamu!” Ubaidullah lantas memukulnya dan memerintahkan agar ia ditahan. Mendengar kabar bahwa Ubaidullah memenjarakan Hani’ bin Urwah, Muslim bin Aqil bersama 4000 orang yang membaiatnya mengepung istana Ubaidullah bin Ziyad.
Ubaidullah bin Ziayd mengancam akan mendatangkan sejumlah pasukan dari Syam. Ternyata gertakan Ubaidullah membuat takut Syiah (pembela) Husein ini. Mereka pun berkhianat dan berlari meninggalkan Muslim bin Aqil hingga tersisa 30 orang saja yang bersama Muslim bin Aqil, dan selumlah matahari terbenam hanya tersisa Muslim bin Aqil seorang diri.
Muslim pun ditangkap dan Ubaidullah memerintahkan agar ia dibunuh. Sebelum dieksekusi, Muslim meminta izin untuk mengirim surat kepada Husein, keinginan terakhirnya dikabulkan oleh Ubaidullah bin Ziyad. Isi surat Muslim kepada Husein adalah “Pergilah, pulanglah kepada keluargamu! Jangan engkau tertipu oleh penduduk Kufah. Sesungguhnya penduduk Kufah telah berkhianat kepadamu dan juga kepadaku. Orang-orang pendusta itu tidak memiliki pandangan (untuk mempertimbangkan masalah)”. Muslim bin Aqil pun dibunuh, padahal saat itu adalah hari Arafah.
Husein berangkat dari Mekah menuju Kufah di hari tarwiyah. Banyak para sahabat Nabi menasihatinya agar tidak pergi ke Kufah. Di antara yang menasihatinya adalah Abdullah bin Abbas, Abu Said al-Khudri, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Zubair,  Abdullah bin Amr, Muhammad al-Hanafiyah dll.
Abu Said al-Khudri radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Sesungguhnya aku adalah seorang penasihat untukmu, dan aku sangat menyayangimu. Telah sampai berita bahwa orang-orang yang mengaku sebagai Syiahmu (pembelamu) di Kufah menulis surat kepadamu. Mereka mengajakmu untuk bergabung bersama mereka, janganlah engkau pergi bergabung bersama mereka karena aku mendengar ayahmu –Ali bin Abi Thalib- mengatakan tentang penduduk Kuffah, “Demi Allah, aku bosan dan benci kepada mereka, demikian juga mereka bosan dan benci kepadaku. Mereka tidak memiliki sikap memenuhi janji sedikit pun. Niat dan kesungguhan mereka tidak ada dalam suatu permasalahan (tak berpendirian). Mereka juga bukan orang-orang yang sabar ketika menghadapi pedang (pengecut)”.
Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Aku hendak menyampaikan kepadamu beberapa kalimat. Sesungguhnya Jibril datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian memberikan dua pilihan kepada beluai antara dunia dan akhirat, maka beliau memilih akhirat dan tidak mengiginkan dunia. Engkau adalah darah dagingnya, demi Allah tidaklah Allah memberikan atau menghindarkan kalian (ahlul bait) dari suatu hal, kecuali hal itu adalah yang terbaik untuk kalian”. Husein tetap enggan membatalkan keberangkatannya. Abdullah bin Umar pun menangis, lalu mengatakan, “Aku titipkan engkau kepada Allah dari pembunuhan”.
Setelah meneruskan keberangkatannya, datanglah kabar kepada Husein tentang tewasnya Muslim bin Aqil. Husein pun sadar bahwa keputusannya ke Irak keliru, dan ia hendak pulang menuju Mekah atau Madinah, namun anak-anak Muslim mengatakan, “Janganlah engkau pulang, sampai kita menuntut hukum atas terbunuhnya ayah kami”. Karena menghormati Muslim dan berempati terhadap anak-anaknya, Husein akhirnya tetap berangkat menuju Kufah dengan tujuan menuntut hukuman bagi pembunuh Muslim.
Bersamaan dengan itu Ubaidullah bin Ziyad telah mengutus al-Hurru bin Yazid at-Tamimi dengan membawa 1000 pasukan untuk menghadang Husein agar tidak memasuki Kuffah. Bertemulah al-Hurru dengan Husein di Qadisiyah, ia mencoba menghalangi Husein agar tidak masuk ke Kufah. Husein mengatakan, “Celakalah ibumu, menjauhlah dariku”. Al-Hurru menjawab, “Demi Allah, kalau saja yang mengatakan itu adalah orang selainmu akan aku balas dengan menghinanya dan menghina ibunya, tapi apa yang akan aku katakan kepadamu, ibumu adalah wanita yang paling mulia, radhiallahu ‘anha”.
Saat Husein menginjakkan kakinya di daerah Karbala, tibalah 4000 pasukan lainnya yang dikirim oleh Ubaidullah bin Ziyad dengan pimpinan pasukan Umar bin Saad. Husein mengatakan, “Apa nama tempat ini?” Orang-orang menjawab, “Ini adalah daerah Karbala.” Kemudian Husein menanggapi, “Karbun (musibah) dan balaa’(bencana).”
Melihat pasukan dalam jumlah yang sangat besar, Huseinradhiallahu ‘anhu menyadari tidak ada peluang baginya. Lalu ia mengatakan, “Aku ada dua alternatif pilihan, (1) kalian mengawal (menjamin keamananku) pulang atau (2) kalian biarkan aku pergi menghadap Yazid di Syam. Dan  Umar bin Saad mengatakan “Engkau pergi menghadap Yazid, tapi sebelumnya aku akan menghadap Ubaidullah bin Ziyad terlebih dahulu”. Ternyata Ubadiullah menolak jika Husein pergi menghadap Yazid, ia menginginkan agar Husein ditawan menghadapnya. Mendengar hal itu Husein menolak untuk menjadi tawanan.
Terjadilah peperangan yang sangat tidak imbang antara 73 orang di pihak Husein berhadapan dengan 5000 pasukan Irak. Kemudian 30 orang pasukan Irak dipimpin oleh al-Hurru bin Yazid at-Tamimi membelot dan bergabung dengan Husein. Peperangan yang tidak imbang itu menewaskan semua orang yang mendukung Husein, hingga tersisa Husein seorang diri. Orang-orang Kufah merasa takut dan segan untuk membunuhnya, masih tersisa sedikit rasa hormat mereka kepada darah keluarga Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun ada seorang laki-laki yang bernama Amr bin Dzi al-Jausyan –semoga Allah menghinakannya- melemparkan panah lalu mengenai Husein, Husein pun terjatuh lalu orang-orang mengeroyoknya, Husein akhirnya syahid, semoga Allah meridhainya.
Ada yang mengatakan Amr bin Dzi al-Jausyan-lah yang memotong kepala Husein sedangkan dalam riwayat lain, orang yang menggorok kepala Husein adalah Sinan bin Anas, Allahu a’lam. Yang perlu pembaca ketauhi Ubaidullah bin Ziyad, Amr bin Dzi al-Jausyan, dan Sinan bin Anas adalah pembela Ali (Syiah nya Ali) di Perang Shiffin. Ini adalah sebuah kisah pilu yang sangat menyedihkan, celaka dan terhinalah orang-orang yang turut serta dalam pembunuhan Husein dan ahlul bait yang bersamanya. Bagi mereka kemurkaan dari Allah. Semoga Allah merahmati dan meridhai Husein dan orang-orang yang tewas bersamanya.
Di antara ahlul bait yang terbunuh bersama Husein adalah:
Anak-anak Ali bin Abi Thalib/ Saudara Husain: Abu Bakar, Muhammad, Utsman, Ja’far, dan Abbas.
Anak-anak Aqil bin Abi Thalib/ Sepupu Husain: Ja’far, Abdullah, Abdurrahman, dan Abdullah bin Muslim bin Aqil. 
           Anak-anak Husein bin Ali: Ali al-Akbar, Ali al-Asghar, dan Abdullah.
           Anak-anak Hasan bin Ali: Abu Bakar, Abdullah, Qosim.
          Anak-anak dari Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib: ‘Aun dan Muhammad.
Dari Ummu Salamah bawasanya Jibril datang kepada Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam “…Jibril mengatakan, “Apakah engkau mencintai Husein wahai Muhammad?” Nabi menjawab, “Tentu” Jibril melanjutkan, “Sesungguhnya umatmu akan membunuhnya. Kalau engkau mau, akan aku tunjukkan tempat dimana ia akan terbunuh.” Kemudian Nabi diperlihatkan tempat tersebut, sebuah tempat yang dinamakan Karbala. (HR. Ahmad dalam Fadhailu ash-Shahabah,). 

Husain bin ‘Alī bin Abī Thālib

Husain bin ‘Alī bin Abī Thālib (حسين بن علي بن أﺑﻲ طالب)
Husain dilahirkan tiga tahun setelah Hijrah ke Madinah (626 M) bertepatan pada tanggal 3 Sya’ban 4 H atau 8 januari 626 M. Orang tuanya adalah Ali bin Abi Thalib, Ali  adalah sepupu Muhammad dan orang kepercayaannya, dan ibu-nya Husain adalah Fatimah az-Zahrroh putri dari Muhammad SAW.  Husain adalah cucu kedua Muhammad SAW adik dari Hasan RA.
Berikut ini Silisilah dari Husain bin Ali
Husain merupakan Imam ketiga bagi kebanyakan sekte atau aliran Syi’ah, setelah Imam Ali dan Imam Hasan.  Ia dihormati oleh Sunni karena ia merupakan Ahlul Bait. Ia juga sangat dihormati kaum Sufi karena menjadi Wali Mursyid yang ke 2 setelah ayah beliau terutama bagi tarekat Qadirriyyah di seluruh dunia dan tarekat Alawiyyah di Hadramaut.
Keturunan Husain disebut Husayni dan keturunan dari kakaknya Hasan disebut Hasani. Dan dalam aliran Tarekat Qadiriyyah selanjutnya lebih kepada keturunan Husain yang diwariskan dari Ali bin Abi Thalib. Dari keturunan Ahlul Bait ini kemudian Tarekat Qadiriyyah terus menerus di pimpin oleh Wali Mursyid hingga Ali Ridha. Perkembangan tarekat ini yang menggelobal membuat pimpinan tarekat ini (Wali Mursyid) kemudian di pangku oleh orang diluar Ahlul Bait (bukan Hasany atau Huseiny) setelah Ali Ridha.
Tapi mulai dari Syekh Abdul Qadir Jilani, jabatan Wali Mursyid berikutnya hingga saat ini yang telah mencapai generasi ke 40 (di banyak cabang tarekat) umumnya dipegang kembali oleh keturunan Ahlul Bait baik Hasani maupun Husayni. Bahkan Syekh Abdul Qadir Jailani sendiri ayah beliau adalah Hasani sedangkan ibunda beliau Husayni.
Husain menikahi 3 orang wanita:
1.    Syahr Banu atau Umm Ishaq
2.    Ummu Rubab
3.    Ummu Laila

Al-Husain memiliki 5 orang putra dan 2 orang putri, diantaranya adalah;
Ali bin Husain
Dijuluki Abu Muhammad bergelar Zainal Abidin.
Ali bin Husain al-Akbar
Syahid Pertempuran Karbala. Ibunya bernama Laila binti Abu Murrah bin Urwah bin Mas'ud ats-Tsaqafi
Ali bin Husain al-Asghar
Syahid Pertempuran Karbala. Ibunya bernama Rubab binti Imra al-Qais, merupakan syahid termuda di Karbala.
Ja'far bin Husain
Beliau meninggal sejak ayahnya masih hidup.
Abdullah bin Husain
Ikut shahid saat masih kecil pada pertempuran karbala bersama ayahnya Husein bin Ali Ra
Sukainah binti Husain
Ibunya bernama Rabab binti Imru' al-Qais bin Adi dari Kalb dari Ma'd. Rabab juga ibu tiri dari Abdullah bin Husain.
Fatimah binti Husain
Ibunya bernama Umm Ishaq binti Thalhah bin Ubaidillah dari Taim.
Tanggal 10 Muharram 61 H atau tanggal 10 Oktober 680 merupakan hari Pertempuran Karbala yang terjadi di Karbala, Iraq sekarang. Pertempuran ini terjadi antara pasukan Bani Hasyyim yang dipimpin oleh Husain bin Ali beranggotakan sekitar 70-an orang melawan pasukan Bani Umayyah yang dipimpin oleh Ibnu Ziyad, atas perintah Yazid bin Muawiyah, khalifah Umayyah saat itu beranggotakan 4000 pasukan.
Pertempuran di padang Karbala menewaskan semua pasukan Husain bin Ali kecuali pihak perempuan dan Ali bin Husaen yang sedang sakit. Dan oleh Ziyad keluarga yang selamat dibawa menghadap Khalifah di Damaskus dan dikembalikan ke Madinah. Ia terbunuh sebagai syahid pada Pertempuran Karbala tahun 680 Masehi. Perayaan kesyahidannya disebut sebagai Hari Asyura dan pada hari itu kaum Muslim Syi'ah bersedih.