Artinya: “tidak aku ciptakan jin dan manusia melainkan
hanya untuk beribadah kepada-Ku. (QS. Adz-Dzariyat: 56).
Secara
sederhana dari ayat di atas dapat dipahami bahwa hikmah dari penciptaan jin dan
manusia adalah untuk beribadah kepada Allah SWT.
Sebagaimana
penjelasan dari Syikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi bahwa makna yang
terkandung dalam kata “ibadah” adalah penghambaan diri kepada Allah ta’ala
dengan mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala laranganNya,
sebagaimana yang telah disampaikan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam. Dan inilah hakekat agama Islam, karena Islam maknanya ialah penyerahan
diri kepada Allah semata, yang disertai dengan kepatuhan mutlak kepada-Nya,
dengan penuh rasa rendah diri dan cinta.
Ibadah
juga bermakna segala perkataan dan perbuatan tingkah laku manusia, baik lahir
maupun batin, yang diridhai oleh Allah. Dan suatu amal akan diterima oleh Allah
sebagai ibadah jika dalam ibadah manusia ikhlas karena Allah semata; dan
mengikuti tuntunan Rasulullah SAW.
Dari uraian di
atas dapat diambil suatu garis besar bahwa hakikat ibadah Adalah tauhid tanpa
Taghut sebagaimana Firman Allah SWT dalam Surah An-Nahl ayat 36, yang berbunyi;
Artinya: “Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada setiap umat (untuk menyerukan):
“Beribadalah kepada Allah (saja) dan jauhilah thaghut”
Kata
Thaghut berarti : setiap yang diagungkan - selain Allah – dengan disembah,
ditaati, atau dipatuhi ; baik yang diagungkan itu berupa batu, manusia ataupun
setan. Sedangkan orang yang menjauhi Thaghut berarti mengingkarinya, tidak
menyembah dan memujanya, dalam bentuk dan cara apapun.
Masalah Taghut
juga dijelaskan oleh Allah SWT dalam al-Quran surah Al Baqarah ayat 256.
Artinya: “Barang
siapa yang mengingkari thaghut dan beriman kepada Allah, maka ia benar-benar
telah berpegang teguh kepada tali yang paling kuat.” (QS. Al Baqarah: 256).
Penjelasan dari
dua topik penting yaitu ibadah dan thaghut di jelaskan oleh Allah SWT dalam
surah Al-Isra’ ayat 23-24, yang artinya;
“Dan tuhanmu
telah memerintahkan supaya kamu jangan beribadah kecuali hanya kepada-Nya, dan
hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika
salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan
penuh kesayangan, dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya
sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.”
Dan dalam
Al-Qur’an Surah Al An’am ayat 151-153 yang artinya;
“Katakanlah
(Muhammad) marilah kubacakan apa yang diharamkan kepadamu oleh Tuhanmu, yaitu
“Janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap
kedua orang tuamu, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut
kemiskinan. Kami akan memberi rizki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah
kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya
maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar. Demikian itu yang
diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami (nya). Dan janganlah
kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga
sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami
tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan
apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun dia adalah
kerabat(mu). Dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah
kepadamu agar kamu ingat. Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku
yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang
lain), karena jalanjalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang
demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.”
Dan
dari dua firman Allah SWT di atas bahwa dapat dipahami hikmah di utusnya para
nabi dan rasul adalah untuk menegakkan tauhid, dan ingkaran terhadap perbuatan
mengagungkan selai Allah SWT.
Mu’adz
bin Jabal RA. berkata:
“Aku
pernah diboncengkan Nabi SAW di
atas keledai, kemudian beliau berkata kepadaku: “wahai Muadz, tahukah kamu
apakah hak Allah yang harus dipenuhi oleh hamba-hamba-Nya, dan apa hak
hamba-hamba-Nya yang pasti dipenuhi oleh Allah? Aku menjawab: “Allah dan
Rasul-Nya yang lebih mengetahui”, kemudian beliau bersabda: “Hak Allah yang
harus dipenuhi oleh hambahamba- Nya ialah hendaknya mereka beribadah kepada-
Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun, sedangkan hak hamba yang
pasti dipenuhi oleh Allah ialah bahwa Allah tidak akan menyiksa orang-orang
yang tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun, lalu aku bertanya: "ya
Rasulullah, bolehkah aku menyampaikan berita gembira ini kepada orang-orang?
beliau menjawab: “Jangan engkau lakukan itu, karena khawatir mereka nanti
bersikap pasrah.” (HR. Bukhari, Muslim).
Ibnu
Mas’ud RA berkata:
“Barang siapa yang ingin melihat wasiat Muhammad SAW yang tertera di
atasnya cincin stempel milik beliau, maka supaya membaca firman Allah SWT : “Katakanlah
( Muhammad ) marilah kubacakan apa yang diharamkan kepadamu oleh Tuhanmu, yaitu
“Janganlah kamu berbuat syirik sedikitpun kepadaNya, dan “Sungguh inilah
jalan-Ku berada dalam keadaan lurus, maka ikutilah jalan tersebut, dan
janganlah kalian ikuti jalan-jalan yang lain. (HR. At Tirmidzi, Ibnu Majah
dan Ibnu Abi Hatim).
Jadi
dari uraian di atas dapat kita lihat bahwa hakikat tauhid adalah beribadah
hanya kepada Allah SWT dengan disertai pengingkaran terhadap Taghud. Dan
kedudukan Tauhid dalam Islam adalah sangat penting dalam menegakkan ajaran yang
sebenarnya dibawakan oleh para nabi dan rasul dari nabi Adam AS sampai nabi
Muhammad SAW.