Rabu, 05 Februari 2014

Tauhid dan Ilmu tauhid, hakikat dan kedudukan Tauhit, Kajiana ibadah dan Taghud


Hakekat dan kedudukan Tauhid

Allah SWT berfirman;




Artinya:  “tidak aku ciptakan jin dan manusia melainkan hanya untuk beribadah kepada-Ku. (QS. Adz-Dzariyat: 56).

Secara sederhana dari ayat di atas dapat dipahami bahwa hikmah dari penciptaan jin dan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah SWT.

Sebagaimana penjelasan dari Syikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi bahwa makna yang terkandung dalam kata “ibadah” adalah penghambaan diri kepada Allah ta’ala dengan mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala laranganNya, sebagaimana yang telah disampaikan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan inilah hakekat agama Islam, karena Islam maknanya ialah penyerahan diri kepada Allah semata, yang disertai dengan kepatuhan mutlak kepada-Nya, dengan penuh rasa rendah diri dan cinta.

 

Ibadah juga bermakna segala perkataan dan perbuatan tingkah laku manusia, baik lahir maupun batin, yang diridhai oleh Allah. Dan suatu amal akan diterima oleh Allah sebagai ibadah jika dalam ibadah manusia ikhlas karena Allah semata; dan mengikuti tuntunan Rasulullah SAW.

 

Dari uraian di atas dapat diambil suatu garis besar bahwa hakikat ibadah Adalah tauhid tanpa Taghut sebagaimana Firman Allah SWT dalam Surah An-Nahl ayat 36, yang berbunyi;

 


Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada setiap umat (untuk menyerukan): “Beribadalah kepada Allah (saja) dan jauhilah thaghut

 

Kata Thaghut berarti : setiap yang diagungkan - selain Allah – dengan disembah, ditaati, atau dipatuhi ; baik yang diagungkan itu berupa batu, manusia ataupun setan. Sedangkan orang yang menjauhi Thaghut berarti mengingkarinya, tidak menyembah dan memujanya, dalam bentuk dan cara apapun.

Masalah Taghut juga dijelaskan oleh Allah SWT dalam al-Quran surah Al Baqarah ayat 256.



Artinya: “Barang siapa yang mengingkari thaghut dan beriman kepada Allah, maka ia benar-benar telah berpegang teguh kepada tali yang paling kuat.” (QS. Al Baqarah: 256).

 

Penjelasan dari dua topik penting yaitu ibadah dan thaghut di jelaskan oleh Allah SWT dalam surah Al-Isra’ ayat 23-24, yang artinya;

“Dan tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan beribadah kecuali hanya kepada-Nya, dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan, dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.”

 

Dan dalam Al-Qur’an Surah Al An’am ayat 151-153 yang artinya;

“Katakanlah (Muhammad) marilah kubacakan apa yang diharamkan kepadamu oleh Tuhanmu, yaitu “Janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang tuamu, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rizki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar. Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami (nya). Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun dia adalah kerabat(mu). Dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat. Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalanjalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.”

 

Dan dari dua firman Allah SWT di atas bahwa dapat dipahami hikmah di utusnya para nabi dan rasul adalah untuk menegakkan tauhid, dan ingkaran terhadap perbuatan mengagungkan selai Allah SWT.

 

Mu’adz bin Jabal  RA. berkata:

“Aku pernah diboncengkan Nabi SAW di atas keledai, kemudian beliau berkata kepadaku: “wahai Muadz, tahukah kamu apakah hak Allah yang harus dipenuhi oleh hamba-hamba-Nya, dan apa hak hamba-hamba-Nya yang pasti dipenuhi oleh Allah? Aku menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”, kemudian beliau bersabda: “Hak Allah yang harus dipenuhi oleh hambahamba- Nya ialah hendaknya mereka beribadah kepada- Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun, sedangkan hak hamba yang pasti dipenuhi oleh Allah ialah bahwa Allah tidak akan menyiksa orang-orang yang tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun, lalu aku bertanya: "ya Rasulullah, bolehkah aku menyampaikan berita gembira ini kepada orang-orang? beliau menjawab: “Jangan engkau lakukan itu, karena khawatir mereka nanti bersikap pasrah.” (HR. Bukhari, Muslim).

 

Ibnu Mas’ud RA berkata: “Barang siapa yang ingin melihat wasiat Muhammad SAW yang tertera di atasnya cincin stempel milik beliau, maka supaya membaca firman Allah SWT : “Katakanlah ( Muhammad ) marilah kubacakan apa yang diharamkan kepadamu oleh Tuhanmu, yaitu “Janganlah kamu berbuat syirik sedikitpun kepadaNya, dan “Sungguh inilah jalan-Ku berada dalam keadaan lurus, maka ikutilah jalan tersebut, dan janganlah kalian ikuti jalan-jalan yang lain. (HR. At Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Abi Hatim).

 

Jadi dari uraian di atas dapat kita lihat bahwa hakikat tauhid adalah beribadah hanya kepada Allah SWT dengan disertai pengingkaran terhadap Taghud. Dan kedudukan Tauhid dalam Islam adalah sangat penting dalam menegakkan ajaran yang sebenarnya dibawakan oleh para nabi dan rasul dari nabi Adam AS sampai nabi Muhammad SAW.

 

Tidak ada komentar: