Husain di padang karbala
Penduduk irak tidak pernah mengiginkan kepemimpinan Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Mereka sangat mendukung akan kepemimpinan Ali sebagai Khalifah yang pertama. Dimana setelah pembunuhan terhadap Ali Ra, tajuk kepemimpinan di serahkan uleh umat kepada Hasan Ra, namun hasan tidak sanggup menjadi khalifah dan menyerahkannya kepada Muawwiyah dengan wasiat “setelah kepemimpinan muawwiyah, maka pemimpin selanjutnya deserahkan kepada umat islam agar dipilih oleh rakyat”. Dalam versi lain ada yang menyebutkan bahwa Hasan Ra diracuni oleh istrinya.
Sebelum wafat Muawiyah meyerahkan kekhalifahan kepada anaknya
Yazid. Pada tahun 60 H, ketika Muawiyah bin Abu Sufyan wafat, penduduk kuffah
mendengar bahwa Husein bin Ali belum berbaiat kepada Yazid bin Muawiyah, maka
orang-orang Irak mengirimkan surat kepada husain bahwa mereka siap mendukung
dan membaiat husain sebagai khalifah setelah Muawiyah dan menolak kekhalifahan
Yazid. Penduduk irak membaiat husain secara tertulis dan menolak kekhalifan
Yazid. Menurut riwayat jumlah surat dari irak sangat banyak lebih dari 500
surat dan dari keterangan seorang utusan bahwa semua masyarakat irak mendukung
Husain dan ingin menjadikannya khalifah.
Husain yang pada saat itu berada di Mekah mengirim utusannya
yaitu Muslim bin Aqil bin Abi Thalib yang merupakan Sepupunya untuk melihat
keadaan di Iraq yang sebenarnya. Muslim bin Aqil masuk ke kuffah dan berdiam di
rumah Hani’ bin Urwah dan oleh masyarakat kuffah di Irak mereka membaiat Husain
melalui Muslim bin Aqil sebagai khalifah.
Kabar ini akhirnya sampai ke telinga Yazid bin Muawiyah di Syam,
lalu ia mengutus Ubaidullah bin Ziyad menuju Kufah untuk mencegah Husein masuk
ke Irak dan meredam pemberontakan penduduk Kuffah terhadap khalifah. Ubaidullah
bin Ziyad mengetahui bahwa kediaman Hani’ bin Urwah adalah sebagai tempat
berlangsungnya pembaiatan dan di situ juga Muslim bin Aqil tinggal.
Ubaidullah menemui Hani’ bin Urwah dan menanyakannya tentang
gejolak di Kufah. Ubaidullah ingin mendengar sendiri penjelasan langsung dari
Hani’ bin Urwah. Hani’ bin Urwah mengatakan, “Demi Allah, sekiranya (Muslim bin
Aqil) bersembunyi di kedua telapak kakiku ini, aku tidak akan memberitahukannya
kepadamu!” Ubaidullah lantas memukulnya dan memerintahkan agar ia ditahan. Mendengar
kabar bahwa Ubaidullah memenjarakan Hani’ bin Urwah, Muslim bin Aqil bersama
4000 orang yang membaiatnya mengepung istana Ubaidullah bin Ziyad.
Ubaidullah bin Ziayd mengancam akan mendatangkan sejumlah
pasukan dari Syam. Ternyata gertakan Ubaidullah membuat takut Syiah (pembela)
Husein ini. Mereka pun berkhianat dan berlari meninggalkan Muslim bin Aqil
hingga tersisa 30 orang saja yang bersama Muslim bin Aqil, dan selumlah
matahari terbenam hanya tersisa Muslim bin Aqil seorang diri.
Muslim pun ditangkap dan Ubaidullah memerintahkan agar ia
dibunuh. Sebelum dieksekusi, Muslim meminta izin untuk mengirim surat kepada
Husein, keinginan terakhirnya dikabulkan oleh Ubaidullah bin Ziyad. Isi surat
Muslim kepada Husein adalah “Pergilah, pulanglah kepada keluargamu! Jangan
engkau tertipu oleh penduduk Kufah. Sesungguhnya penduduk Kufah telah
berkhianat kepadamu dan juga kepadaku. Orang-orang pendusta itu tidak memiliki
pandangan (untuk mempertimbangkan masalah)”. Muslim bin Aqil pun dibunuh,
padahal saat itu adalah hari Arafah.
Husein berangkat dari Mekah menuju Kufah di hari tarwiyah.
Banyak para sahabat Nabi menasihatinya agar tidak pergi ke Kufah. Di antara
yang menasihatinya adalah Abdullah bin Abbas, Abu Said al-Khudri, Abdullah bin
Umar, Abdullah bin Zubair, Abdullah bin
Amr, Muhammad al-Hanafiyah dll.
Abu Said al-Khudri radhiallahu ‘anhu mengatakan,
“Sesungguhnya aku adalah seorang penasihat untukmu, dan aku sangat
menyayangimu. Telah sampai berita bahwa orang-orang yang mengaku sebagai
Syiahmu (pembelamu) di Kufah menulis surat kepadamu. Mereka mengajakmu untuk
bergabung bersama mereka, janganlah engkau pergi bergabung bersama mereka
karena aku mendengar ayahmu –Ali bin Abi Thalib- mengatakan tentang penduduk
Kuffah, “Demi Allah, aku bosan dan benci kepada mereka, demikian juga mereka
bosan dan benci kepadaku. Mereka tidak memiliki sikap memenuhi janji sedikit
pun. Niat dan kesungguhan mereka tidak ada dalam suatu permasalahan (tak
berpendirian). Mereka juga bukan orang-orang yang sabar ketika menghadapi
pedang (pengecut)”.
Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu mengatakan,
“Aku hendak menyampaikan kepadamu beberapa kalimat. Sesungguhnya Jibril datang
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian memberikan dua
pilihan kepada beluai antara dunia dan akhirat, maka beliau memilih akhirat dan
tidak mengiginkan dunia. Engkau adalah darah dagingnya, demi Allah tidaklah
Allah memberikan atau menghindarkan kalian (ahlul bait) dari
suatu hal, kecuali hal itu adalah yang terbaik untuk kalian”. Husein tetap
enggan membatalkan keberangkatannya. Abdullah bin Umar pun menangis, lalu
mengatakan, “Aku titipkan engkau kepada Allah dari pembunuhan”.
Setelah meneruskan keberangkatannya, datanglah kabar kepada
Husein tentang tewasnya Muslim bin Aqil. Husein pun sadar bahwa keputusannya ke
Irak keliru, dan ia hendak pulang menuju Mekah atau Madinah, namun anak-anak
Muslim mengatakan, “Janganlah engkau pulang, sampai kita menuntut hukum atas
terbunuhnya ayah kami”. Karena menghormati Muslim dan berempati terhadap
anak-anaknya, Husein akhirnya tetap berangkat menuju Kufah dengan tujuan
menuntut hukuman bagi pembunuh Muslim.
Bersamaan dengan itu Ubaidullah bin Ziyad telah mengutus
al-Hurru bin Yazid at-Tamimi dengan membawa 1000 pasukan untuk menghadang
Husein agar tidak memasuki Kuffah. Bertemulah al-Hurru dengan Husein di
Qadisiyah, ia mencoba menghalangi Husein agar tidak masuk ke Kufah. Husein
mengatakan, “Celakalah ibumu, menjauhlah dariku”. Al-Hurru menjawab, “Demi
Allah, kalau saja yang mengatakan itu adalah orang selainmu akan aku balas
dengan menghinanya dan menghina ibunya, tapi apa yang akan aku katakan
kepadamu, ibumu adalah wanita yang paling mulia, radhiallahu ‘anha”.
Saat Husein menginjakkan kakinya di daerah Karbala, tibalah
4000 pasukan lainnya yang dikirim oleh Ubaidullah bin Ziyad dengan pimpinan
pasukan Umar bin Saad. Husein mengatakan, “Apa nama tempat ini?” Orang-orang
menjawab, “Ini adalah daerah Karbala.” Kemudian Husein menanggapi, “Karbun (musibah)
dan balaa’(bencana).”
Melihat pasukan dalam jumlah yang sangat besar, Huseinradhiallahu ‘anhu menyadari
tidak ada peluang baginya. Lalu ia mengatakan, “Aku ada dua alternatif pilihan,
(1) kalian mengawal (menjamin keamananku) pulang atau (2) kalian biarkan aku
pergi menghadap Yazid di Syam. Dan Umar
bin Saad mengatakan “Engkau pergi menghadap Yazid, tapi sebelumnya aku akan
menghadap Ubaidullah bin Ziyad terlebih dahulu”. Ternyata Ubadiullah menolak
jika Husein pergi menghadap Yazid, ia menginginkan agar Husein ditawan
menghadapnya. Mendengar hal itu Husein menolak untuk menjadi tawanan.
Terjadilah peperangan yang sangat tidak imbang antara 73
orang di pihak Husein berhadapan dengan 5000 pasukan Irak. Kemudian 30 orang
pasukan Irak dipimpin oleh al-Hurru bin Yazid at-Tamimi membelot dan bergabung
dengan Husein. Peperangan yang tidak imbang itu menewaskan semua orang yang
mendukung Husein, hingga tersisa Husein seorang diri. Orang-orang Kufah merasa
takut dan segan untuk membunuhnya, masih tersisa sedikit rasa hormat mereka
kepada darah keluarga Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun ada seorang
laki-laki yang bernama Amr bin Dzi al-Jausyan –semoga Allah menghinakannya-
melemparkan panah lalu mengenai Husein, Husein pun terjatuh lalu orang-orang
mengeroyoknya, Husein akhirnya syahid, semoga Allah meridhainya.
Ada yang mengatakan Amr bin Dzi al-Jausyan-lah yang memotong
kepala Husein sedangkan dalam riwayat lain, orang yang menggorok kepala Husein
adalah Sinan bin Anas, Allahu a’lam. Yang perlu pembaca ketauhi Ubaidullah bin
Ziyad, Amr bin Dzi al-Jausyan, dan Sinan bin Anas adalah pembela Ali (Syiah nya
Ali) di Perang Shiffin. Ini adalah sebuah kisah pilu yang sangat menyedihkan,
celaka dan terhinalah orang-orang yang turut serta dalam pembunuhan Husein dan ahlul bait yang bersamanya. Bagi mereka kemurkaan
dari Allah. Semoga Allah merahmati dan meridhai Husein dan orang-orang yang
tewas bersamanya.
Di antara ahlul bait yang
terbunuh bersama Husein adalah:
Anak-anak
Ali bin Abi Thalib/ Saudara Husain: Abu Bakar, Muhammad, Utsman, Ja’far, dan
Abbas.
Anak-anak
Aqil bin Abi Thalib/ Sepupu Husain: Ja’far, Abdullah, Abdurrahman, dan Abdullah
bin Muslim bin Aqil.
Anak-anak
Husein bin Ali: Ali al-Akbar, Ali al-Asghar, dan Abdullah.
Anak-anak
Hasan bin Ali: Abu Bakar, Abdullah, Qosim.
Anak-anak
dari Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib: ‘Aun dan Muhammad.
Dari
Ummu Salamah bawasanya Jibril datang kepada Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam “…Jibril mengatakan, “Apakah engkau
mencintai Husein wahai Muhammad?” Nabi menjawab, “Tentu” Jibril melanjutkan,
“Sesungguhnya umatmu akan membunuhnya. Kalau engkau mau, akan aku tunjukkan
tempat dimana ia akan terbunuh.” Kemudian Nabi diperlihatkan tempat tersebut,
sebuah tempat yang dinamakan Karbala. (HR. Ahmad dalam Fadhailu ash-Shahabah,).
3 komentar:
versi syi'ah bagaimana?
tunggu saja nanti kami akan posting versi Syi'ah sendiri. trimakasih
Posting Komentar