KONSEP PERAN MANUSIA
Untuk memahami etika usaha yang Islami, terlebih
dahulu harus difahami peran (dan tugas) manusia di dunia. Allah SWT telah
berfirman dalam surat Adz Dzaariyat ayat 56:
“Dan tidak Ku-Ciptakan jin dan manusia
melainkan (semata mata) agar mereka beribadah (mengabdi) kepada-Ku”.
Oleh karena itu semua tindakan manusia di dunia
ini adalah semata-mata ibadah, semata-mata untuk mengabdi kepada Allah SWT. Dan
sebagai abdi Allah SWT maka manusia dalam semua tindakannya harus mengikuti
perintah-Nya dan menghindari larangan-Nya. Semua tindakan tersebut juga
termasuk tindakan dalam berusaha.
Disamping sebagai abdi dari Allah SWT, manusia
juga diangkat oleh Allah SWT untuk menjadi khalifah di muka bumi. Sebagaimana
firman dalam surat Al Baqarah ayat 30:
“Ingatlah ketika Tuhanmu
berfirman kepada para malaikat: ”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang
khalifah di muka bumi.”
dan surat Al A’raf ayat 128:
“Sesungguhnya bumi
kepunyaan Allah, dipusakakan-Nya kepada yang dikehendaki-Nya dari
hamba-hamba-Nya.”
Karena itu semua tindakan manusia di dunia adalah
sebagai wakil Allah SWT untuk memanfaatkan bumi yang telah dipusakakan kepada
manusia untuk sebanyak-banyak manfaat dan maslahat bagi manusia, sesuai dengan
ketentuan Allah SWT.
KONSEP SYARIAT
Ketentuan Allah SWT yang berkaitan dengan manusia
disebut sebagai syariat yang artinya adalah jalan atau hukum/aturan. Menurut
Imam Ghazali, tujuan utama syariat adalah memelihara kesejahteraan manusia yang
mencakup perlindungan keimanan (aqidah), kehidupan, akal, keturunan dan harta
benda (mal) mereka. Segala sesuatu yang menjamin terlindungnya kelima perkara
ini adalah maslahat bagi manusia dan oleh karenanya dikehendaki oleh manusia.
Pendapat ahli fikir Islam ini sangat baik untuk
dijadikan panduan dalam menentukan prioritas hidup. Urutan kelima perkara yang
dikemukakan oleh Imam Ghazali pantas menjadi urutan prioritas hidup. Keimanan
atau aqidah haruslah selalu menjadi prioritas utama. Segala sesuatu yang dapat
mengganggu apalagi sampai mengurangi keimanan haruslah ditinggalkan. Kemudian
kehidupan haruslah didahulukan daripada akal, atau hasil penalaran akal tidak
boleh dipakai untuk mengganggu nilai kehidupan. Dan selanjutnya
keturunan dan harta benda tidak boleh membuat manusia kehilangan akal.
Itulah sebabnya cita-cita manusia haruslah untuk
menegakkan agama Allah – agama Islam – serta semata-mata untuk mendapat ridha
Allah SWT, kepada siapa manusia mengabdi. Contoh yang paling sempurna tentunya
adalah Nabi Muhammad SAW. Sebagai seorang rasul cita-cita Nabi Muhammad adalah
berdakwah untuk menegakkan agama Islam, sebagaimana telah disabdakan oleh
Rasulullah SAW:
“Demi Allah, seandainya
mereka meletakan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku
meninggalkan da’wah ini, tak akan aku tinggalkan hingga Allah SWT memenangkan
agama ini atau aku binasa tanpa agama”
Ahli fikir Islam, Ibnu Qayyum juga menyatakan
bahwa orang yang tinggi cita-citanya hanya menggantung segala urusannya kepada
Allah, tidak mengharapkan sesuatu balasan kecuali ridha Allah. Tingkah laku dan
etika yang menghiasi pribadinya menjadi dasar dalam berda’wah yang tidak
ditukar dengan sesuatu yg merusak kepribadiannya. Sehingga jelaslah bahwa
syariat Islam akan menentukan kepribadian seorang muslim yang tentunya akan
tercermin dalam tingkah lakunya sehari-hari, termasuk tingkah laku dalam
berusaha dan dalam menghadapi tantangan hidup di dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar