Jumat, 07 Februari 2014

Sistem Ekonomi Syariah dan Ekonomi Islam


SISTIM EKONOMI SYARIAH

Terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara sistim ekonomi konvensional dengan Sistim Ekonomi Islami atau yang lebih dikenal di Indonesia sebagai Sistim Ekonomi Syariah. Menurut Alfred Marshall (1842-1924), “Economics is a study of mankind in the ordinary business life”. Sebagaimana telah diterangkan di atas, menurut syariah Islam “Ekonomi adalah ilmu untuk menggunakan sumber daya yang diamanatkan kepada manusia sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi dalam menjalankan tugas manusia sebagai abdi Allah SWT.”  

Dalam sudut pandang sistim ekonomi konvensional, seperti yang disampaikan oleh Samuelson, “Economics is the study of the use of scarce resources to satisfy unlimited human wants”. Jadi menurut sistim ekonomi konvensional terdapat kelangkaan dari sumber daya yang diperlukan untuk memenuhi keinginan manusia yang tidak terbatas. Sehingga timbul pilihan-pilihan atas penggunaan sumber daya yang bisa dimiliki. Akibatnya timbul kemungkinan penggunaan sumber daya dalam suatu kegiatan (produksi) dan menghasilkan konsep opportunity cost. Samuelson tidak menggunakan istilah ‘needs’ tetapi menggunakan istilah ‘wants’ untuk menandaskan ketidak terbatasan dari keinginan manusia.

Sedangkan dalam sudut pandang Islam, Allah SWT telah menyediakan sumber daya secara cukup dan seimbang bagi kebutuhan manusia.

 “Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran (yang seimbang). Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup (ma’aayisya), dan (Kami menciptakan pula) mahluk-mahluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya. Dan tidak ada sesuatupun melainkan dari sisi Kami-lah sumbernya, dan Kami tidak menurunkannya kecuali sesuai dengan kadar yang (Kami) ketahui.” (Al Qur’an surat Al Hijr ayat 19 – 21)

 “Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah memudahkan bagimu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir bathin.” (Al Qur’an surat Luqman ayat 20)

 Kemudian menurut pandangan Islam, kebutuhan manusia adalah tertentu (terbatas) dimana Islam mengenal pembedaan (differenciation) antara kebutuhan (al-haajat), keinginan (al-raghbat) dan rangsangan jiwa (al-syahwat). Al haajat adalah sesuatu yang secara mendasar perlu dipenuhi untuk mencapai fitrah manusia, sehingga bila tidak dipenuhi akan mengganggu keseimbangan hidup sebagai manusia. Sedangkan al-raghbat adalah sesuatu yang diharapkan dipenuhi untuk mencapai kepuasan yang luas. Dan al-syahwat adalah hasrat untuk segera memenuhi keinginan nafsu (jiwa).

 Untuk membedakan ketiga hal tersebut, Islam memberikan kaidah-kaidah dasar sebagai alat saring (screening) yang oleh Imam Ghazali didefinisikan sebagai ‘Maqashid asy-Syariah’.  Alat saring atau yang disebut oleh Umer Chapra sebagai mekanisme filter dalam Islam adalah berlandaskan keimanan dan keihsanan yang memberikan motivasi untuk berbuat adil karena berharap mendapat pahala di akhirat.

 Ibnu Khaldun menerangkan timbulnya keinginan (wants) sebagaimana yang disampaikan oleh Samuelson sebagai berikut: “Bila pekerjaan penduduk sebuah kota dibagi bagikan semua sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan penduduk itu, maka hasilnya akan lebih banyak dari yang dibutuhkan. Kelebihan tersebut akan dikeluarkan untuk kemewahan dan untuk memenuhi kebutuhan penduduk kota-kota lain. Para penduduk akan saling mengambil barang-barang yang mereka butuhkan dan yang mereka kehendaki dari penduduk yang memiliki surplus melalui tukar-menukar atau jual-beli. Maka penduduk yang memiliki surplus akan mendapat bagian yang baik dari kekayaan.”

Tidak ada komentar: