Beberapa
sejarawan indonesia yang mengkaji masalah aliran Ahmadiyah di indonesia berbeda
pendapat masalah awal masuknya aliran ini di Indonesia.
Menurut Arifin, Ahmadiyah yang masuk di indonesia itu pertama kali
di bawa oleh pedagang dari india pada tahun 1920 yang masuk di indonesia
melalui melayu dan menetap di jawa. Dalam perkembangannya hanya ada sedikit
sekali jumlah mereka sampai dengan tahun 1948 yaitu 45 orang. Dan mereka tidak
mengkampanyekan diri sebagai suatu aliran dalam islam. Bahkan mereka menganggap
tiada perbedaan dalam agama mereka, hingga pada tahun 1982 mulai adanya
pengajian-pengajian aliran ini, namun masyarakat juga tidak melihatnya sebagai
aliran yang sesat karena pengajarannya di sampaikan melalui pengajian tarekat. Sampai
dengan tahun 2000 mereka sudah berjumlah hampir 200 orang yang tersebar. Dan pada
tahun inilah mereka mulai mendapatkan tekanan yang serius oleh umat islam di
indonesia.
Pendapat lain yang lebih muda dari apa yang dikatakan M Arifin
menyebutkan Ahmadiyah masuk ke indonesia pada tahun 1965 di Sumatra yang
kemudian hijrah ke jawa. Yang membawa ajaran ini bernama Shaleh Ghulam Khan. Perpindahannya
ke jawa karena mendapatkan tekanan dari masyarakat di Sumatra dan anggapan
mereka, Ahmadiyah dapat diterima sebagai islam di jawa karena islamnya orang
jawa tidak lepas dari kebudayaan Hindu dari india.
Mulai tahun 2002 mereka mendapatkan tekanan yang keras baik dari
islam maupun kristen di indonesia. Karena Mirza Ghulam Ahmad yang mendirikan
ajaran/aliran Ahmadiyah mengaku sebagai Imam Mahdi dan Nabi Isa Ismaili
(pengganti nabi isa yang telah wafat di sisi Allah SWT). Karena doktrin dan
ajarannya serta pengakuan dirinya mendapatkan Ilham dari Ilahi maka hal ini
menjadi awal penyerangan bruntal dari masyarakat setempat.
Meski mendapatkan tekanan dari tahun 2002 sampai 2007, ajaran ini
baru dinyatakan sesat setelah di kaji oleh ulama islam di indonesia pada tahun
2008. Pada tahun 2007-2008 demostran besar-besaran dilakukan umat islam di
indonesia sampai berujung pada pembakaran masjid kaum Ahmadiyah. Pada bulan Juni
2008 disahkan sebuat aturan yang menyatakan bahwa Ahmadiah dilarang di dkwahkan
secara total. Beberapa pekan setelah itu sebuah masjid lain yang di nyatakan
sebagai masjid Ahmadiyah dibakar. Keadaan ini ditentang oleh para pemangku
kebijakan pemerintah dibawah dewan Hak Asasi Manusia.
Dalam hal ini petinggi pemerintah indonesia terbagi dalam tiga
pandangan terhadap aliran ini, diantaranya; 1) Aliran Ahmadiyah dinyatakan
sesat dan tidak boleh melakukan aktifitasnya secara utuh dan tidak boleh
menyebarkan dakwahnya di kalangan umat islam, karena agama ini diluar islam
serta tidak terdapat dalam agama resmi di Indonesia. 2) yang lainnya percaya bahwa hal itu tidak harus dilarang karena kebebasan
beragama ada di dalam undang-undang dasar, tetapi juga seharusnya tidak
diperbolehkan untuk melakukan penyebaran agama di bawah bendera Islam
atas dasar ajaranya menyesatkan dan diluar ajaran islam. 3) sedangkan yang
lainnya berpendapat bahwa kaum Ahmadiyyah boleh tetap bebas melakukan
aktivitasnya didasarkan pada hak konstitusional yaitu kebebasan beragama.
Pada tahun 2010 bulan Juli, masyarakat islam yang
berjumlah 250 orang mengepung sebuah masjid di kawasan Manislor kabupaten
Kuningan Jawa Barat karena diduga bahwa masjid itu adalah masjid aliran
Ahmadiyah, massa yang menghancurkan masjid kemudian dibubarkan oleh aparat
kepolisian setempat.
Tekanan yang lebih berat lagi, sakte ini dilarang
secara total di Indonesia, yang ditetapkan pada tanggal 6-7 Februari 2011. Atas
pengesahan ini masyarakat mengepun sebuah rumah penganut ajaran Ahmadiyah dan
membunuh tiga orang dengan memukul mereka dalam keadaan telanjang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar