Sabtu, 07 Maret 2015

Eksekusi Mati untuk Membangkitkan Nasionalisme rakyat agar melupakan penderitaan adalah modus pemerintah, siapa yang harus disalahkan?



“Pemerintah oh Pemerintah, jokowi ohh jokowi, katakan padaku kenapa RASKIN kotor dan terbatas, katakan padaku, kenapa banjir tak bisa diatasi. Jangan katakan tentang Eksekusi mati, itu mengiris hatiku. Seharusnya koruptor yang membunuh rakyat dengan perlahan itu diberi hukuman mati. Karena mereka membunh rakyat yang bersih, sedangkan pengedar membunuh rakyat yang tidak menggunakan akalnya”

Sudah berminggu-minggu kita disibukkan dengan pewartaan di media masa, baik elektronik maupun cetak. Ini terlihat sebagai hal yang tidak patut di saat kondisi negeri ini sangat tidak menentu. Saya lebih tertarik melihat ini sebagai sebuah kegagalan pemerintah dan pers yang tidak bersahabat dengan masyarakat kecil.

Pemerintah gembar gembor membuat pernyataan public terkait eksekusi mati para pengedar narkoba. Ya, pengedar luar negri atau WNA (warga negara asing), pemerintah sangat fokus terkait hal ini. Jika kita memang ingin melihatnya kita akan temukan;  Pemerintah mengalihkan perhatian masyarakat melalui pemberitaan yang menyulut nasionalisme dan melupakan keterbelakangan dan penderitaan masyarakat. Pemerintah ingin agar rakyat indonesia melupakan kegagalan mereka dalam menjalankan pemerintahan. Dari awal pemerintahan, bagaimana konflik antara anggota dewan DPR RI di senayan saling berebut kekuasaan yang sejujurnya memalukan. Kemudian adanya mentri-mentri atau kepala, pimpinan suatu lembaga pemerintah yang jauh dari janji politik awal. Pemilihan Kapolri yang akhirnya menjadi trinding topik, serta konflik antara KPK dan POLRI. Masalah banjir yang tak terselesaikan, lonsor, gempa bumi, kebakaran yang mana pengungsi menjalani kehidupan serba terbatas. Kegagalan panen dan terbatasnya beras, bahkan rakyat indonesia harus menelan pil pahit dengan makan nasi jagung. LPG yang sulit didapatkan, yang sampai rakyat indonesia harus mengantri berjam-jam.
 
Banyak kegagalan pemerintah diwal berjalannya, bagi sebagian orang kegagalan ini hal yang lumrah bagi pemerintahan awal, bahkan semua kepala pemerintahan akan mengalami banyak tantangan di awalnya. Namun kita harus tahu bahwa suatu masalah seharusnya diselesaikan bukan saling menuding dan mengalihkan rakyat agar diam saja, nurut saja dan menjalani ini semua. Pemerintah seharusnya fokus pada penyelesaian masalah dalam negri.

Namun yang dilakukan pemerintah adalah mengalihkan perhatian rakyat dengan wacanaya “nasionalisme” hukum indonesia harus tegas dimata dunia. Sejujurnya ini terdengar bodoh bagi saya pribadi. Jika kita menggaggap hukuman mati selayaknya diberikan kepada orang yang telah merenggut nyawa orang lain. Merugikah orang lain melalui pembunuhan. Dan pemerintah telah mengatakan bagaimana narkoba membunuh anak negeri, bahkan tiap jam selalu ada yg mati karena narkoba secara rata-rata.

Pemerintah mengatakan itu, dan menganggap pengedar narkoba harus mati karena membunuh rakyat indonesia begitu banyak. Tidakkah pemerintah sadar akan kekurangan pemerintah saat ini, jika banyak yang mati karena narkoba yang seharusnya disalah kan adalah Badan Narkotika Nasional (BNN) sebagai sebuah lembaga yang memiliki payung hukum yang jelas, mendapatkan anggaran yang tidak sedikit seharusnya BNN mampu memberikan penyuluhan bagi masyarakt indonesia akan bahayanya narkoba. Bukankan BNN selama ini kebanyakan diam saja, lalu untuk apa mereka mendapatkan anggaran besar yang diambil dari kantong rakyat?. Polri juga sama, mereka mendirikan badan tersendiri dalam tubuh polri dalam menangani kasus narkoba, lalu kenapa banyak yang mati karena narkoba? Itu artinya polri gagal menjalankan tugasnya. Jadi dimanakah BNN dan Polri dalam masalah narkoba?

Kenapa harus menyalahkan orang lain dalam kesalahan kita? Bukankah lebih elegan pemerinta menyatakan diri belum maksimal menagani kasus narkoba. Kenapa energi pemerintah yang harusnya disalurkan bagi rakyat yang sakit hati karena janji palsu mereka dulu harus habis mengurusi narkoba, bukannya melihat dan menyelesaikan masalah masyarakt yang paling dasar. Mulai dari beras raskin, bulog yang tidak berdaya, harga bahan pokok yang meningkat, daya tukar rupiah yang menurun, para pengungsi bencana yang terabaikan.

Kita harus tau bahwa rakyat yang terbunuh karena narkoba adalah rakyat yang tidak mau menggunakan otaknya dan tidak menghargai hidupnya, jadi untuk apa pemerintah gembar gembor menghargai hidup orang seperti itu? Seharusnya pemerintah fokus pada kemelaratan, penderitaan dan kematian masyarakt yang mengalami kemiskinan. Pembunuh karakter bangsa adalah para koruptor bukan pengedar narkoba. Pembunuh negara yang seharusnya di brantas adalah mereka yang memakan uang rakyat. Para koruptorlah yang lebih patut mendapatkan hukuman mati. 

Sedangkan pengedar narkoba dari luar negeri, cukup dengan bebaskan dengan tebusan dan larang mereka memasuki indonesia lagi. Uang tebusan bisa digunakan untuk membangun rumah mereka yang hancur, bisa untuk membantu rakyat miskin yang kelaparan. Bagi saya itu lebih menunjukkan indonesia terhormat. Katakanlah kepada dunia bahwa “indonesia minta tebusan untuk membantu rakyat yang hampir mati karena kesalahanku dalam memerintah”.

Masalah-masalah itu sudah diekspose oleh rakyat, tapi malah mengabaikannya dan mengajak rakyat untuk bernasinalisme belaka. Bukannya segera menyelesaikan masalah. Di mulut boleh mereka katakan “agar hukum indonesia di hargai, dan kita adalah negara tegas di mata dunia” namun dihati “biar kalian melupakan beras raskin yang kotor dan terbatas jumlahnya, biar kalian lupa minta tempat mengungsi, biar kalian lupa LPG habis dan menggunakan kayu bakar, biar kalian tidak meributkan masalah politik kami”.

Baca Juga;

Kasus Narkoba, salahkan Pemerintah Kabinet Kerja; Mereka tidak benar-benar Bekerja

Tidak ada komentar: